Teori Pemerolehan Sintaksis

Banyak pakar pemerolehan bahasa menganggap bahwa pemerolehan sintaksis dimulai ketika kanak-kanak mulai dapat menggabungkan dua buah kata atau lebih. Karena itu, mereka menganggap tahap holofrasis tidak berkaitan dengan perkem-bangan pemerolehan sintaksis. Jika kanak-kanak telah mencapai tahap dua kata atau lebih, ucapan-ucapannya juga menjadi semakin banyak dan mudah ditafsirkan. Oleh karena itu, peneliti lebih cenderung untuk memulai kajian pemerolehan bahasa itu pada tahap dua kata.


Teori Tata Bahasa Pivot
Kajian mengenai pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak dimulai oleh Braene (1963), Bellugi (1964), Brown dan Fraser (1964), Miller dan Ervin (1964). Menurut kajian awal ini ucapan dua kata kanak-kanak itu terdiri atas dua jenis kata yaitu: kelas Pivot dan kelas Terbuka, kemudian lahirlah teori tata bahasa pivot. Kelas pivot adalah kata-kata fungsi, sedangkan kelas terbuka adalah kata-kata isi/kata   (nomina dan verba).

Tata bahasa pivot yang muncul sebagai akibat dari discovery procedure, menyatakan bahwa pemerolehan sintaksis kanak-kanak dimulai dengan kalimat-kalimat yang terlihat pada kata-kata pivot. Namun cara ini menurut psikolinguistik modern sangat tidak memadai (Greenfield dan Smith, 1976:6). Bloom (1970), Bowerman (1973), dan Brown (1973) menyatakan sebagai berikut : (a) Kata-kata pivot bisa muncul sendirian (b)  dapat bergabung dengan kata pivot lain dalam sebuah kalimat. (b)  Pada kalimat-kalimat dua kata yang dibuat kanak-kanak terdapat juga kata-kata dari kelas lain selain kelas pivot dan kelas terbuka. (c) Tata bahasa pivot tidak dapat menampung semua makna ucapan-ucapan dua kata (d) Pembagian kata-kata pivot dan kelas terbuka tidak mencerminkan bahasa-bahasa lain selain bahasa Inggris.

Teori Hubungan Tatabahasa Nurani
Menurut Chomsky hubungan-hubungan tata bahasa tertentu seperti “subject-of, predicate-of, dan direct-of” adalah bersifat universal dan dimiliki oleh semua bahasa yang ada di dunia ini. Berdasarkan teori Chomsky tersebut, Mc. Neil (1970) menyatakan bahwa pengetahuan kanak-kanak mengenai hubungan-hubungan tata bahasa universal ini adalah bersifat “nurani”.  Menurut teori Chomsky subject-of dapat dirumuskan seperti bagan berikut : KFN +FV + Ket.

Teori hubungan tata bahasa nurani ini banyak juga mendapat kritik dari sejumlah pakar. Schlesinger (1974) menyatakan bahwa hubungan struktur (tata bahasa) yang terdapat pada ucapan-ucapan dua kata kanak-kanak itu mungkin sekali merupakan cermin dari konsep-konsep seperti pelaku dan tindakan dan bukan hubungan tata bahasa subject-of dan verb-of.

Pakar lain Bowerman (1976), menyatakan teori hubungan tata bahasa nurani yang dikemukakan Mc. Neil kurang mendapat dukungan. Menurut Bowerman kanak-kanak menggunakan rumus-rumus urutan sederhana untuk kata-kata dalam  fungsi semantik. Usaha kanak-kanak untuk menggabungkan kata-kata timbul dari hubungan- semantik bahasa yang sedang diperolehnya.

Teori  Hubungan Tata Bahasa dan Informasi Situasi
Teori hubungan tata bahasa nurani disampaikan Bloom (1970) yang diperkuat oleh Brown (1973) berbunyi bahwa hubungan-hubungan tata bahasa tanpa merujuk pada informasi situasi (konteks) belumlah mencukupi untuk menganalisis ucapan atau bahasa kanak-kanak. Bloom juga menyatakan bahwa suatu gabungan kata telah digunakan oleh kanak-kanak dalam suatu situasi yang berlainan. Contoh dalam bahasa Indonesia ucapan “ibu kue” dalam situasi yang berbeda-beda dapat diartikan:  Anak itu meminta kue kepada ibunya.

Pandangan Mc.Neil dan Bloom mengenai perkem-bangan sintaksis kanak-kanak ada persamaannya, yang satu dan lainnya saling menunjang. Perbedaannya Mc. Neil merujuk pada struktur tata bahasa nurani, sedangkan Bloom merujuk kepada informasi situasi dalam menjelaskan hubungan kata-kata dalam ucapan kanak-kanak itu. situasi-situasi yang berlainan. Bloom (1970) dan juga Bowerman (1973) belum dapat menerangkan dengan jelas masalah ini.

Teori Kumulatif Kompleks
Menurut Brown (1973), urutan pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak ditentukan oleh kumulatif kompleks semantik morfem dan komulatif komplek tata bahasa yang sedang diperoleh itu. Sama sekali tidak ditentukan oleh frekuensi munculnya morfem atau kata-kata itu dalam ucapan orang dewasa.

Teori Pendekatan Sematik
Teori pendekatan sematik menurut Green Field dan Smith (1978) pertama kali diperkenalkan oleh Bloom. Beliau  mengintergrasikan pengetahuan sematik dalam pengkajian perkembangan semantik ini berdasarkan teori generatif transformasinya Chomsky (1965.)  Teori generative transformasi ini menyatakan bahwa kalimat-kalimat yang kita dengar ini “dibang-kitkan’”dari struktur luar dengan rumus “fisiologi”. Sedangkan struktur luar ini “dibangkitkan” dari struktur dalam (struktur dasar) dengan rumus-rumus transformasi.  Pandangan atau teori Chomsky tersebut mendapatkan tantangan dari beberapa ahli psikologi seperti Schlesinger (1971) dan Olson (1970). Schlesinger menyatakan bahwa apa yang disebut struktur dalam pada teori Chomsky sebenarnya bukanlah struktur sintaksis, melainkan struktur sematik.  Salah satu teori tata bahasa yang didasarkan pada komponen sematik diperkenalkan oleh Fillmore (1968) yang dikenal dengan nama tata bahasa kasusu (case grammar).
Teori ini digunakan oleh Bowerman dan Brown sebagai dasar untuk menganalisis data-data perkembangan bahasa. Fillmore berpendapat merupakan satu keharusan untuk mengikut-sertakan sematik pada umumnya, dan hubungan sematik khususnya dalam menganalisis pengetahuan tatabahasa, strukturnya yang berdasarkan sematik kemudian dipakai sebagai dasar cabang teori generatif transformasi yang dikenal dengan nama sematik generatif.

Perbedaan antara pendekatan sematik dengan teori hu-bungan tatabahasa murni adalah teori tatabahasa murni yang menerapkan hubungan-sintaksis dalam menganalisis struktur ucapan kanak-kanak, sedangkan pendekatan sematik menemukan struktur ucapan itu berdasarkan “sematik”.
LihatTutupKomentar