Makalah Kinerja Guru Pascasertifikasi

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Guru merupakan ujung tombak pendidikan sebuah negara. Perannya sangat vital dalam menciptakan proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, guru dituntut profesional dalam menjalankan tugas mengajarnya. Guru harus memiliki seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.


Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, seorang guru harus memiliki empat kompetensi yang disyaratkan. Kompetensi itu adalah kompetensi paedagogik, sosial, kepribadian, dan profesional. Selain prima dalam tugas mengajar, seorang guru dituntut memilik pribadi yang baik dan jiwa sosial yang tanggap. Diharapkan dengan memiliki empat kompetensi tersebut seorang guru selalu tanggap terhadap tugas dan memilik motivasi untuk mengembangkan potensi dirinya.

Mengingat besarnya tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada seorang guru, perlu adanya penghargaan yang sesuai kepada guru. Oleh karena itu, pemerintah menyelenggarakan program sertifikasi guru sebagai penghargaan atas kinerja guru. Semua guru di Indonesia berhak memiliki sertifikat profesi.

Penyelenggaraan sertifikasi guru memiliki beberapa tujuan. Tujuan itu antara lain menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran, meningkatkan profesionalisme guru, meningkatkan proses dan hasil pendidikan, serta mempercepat terwujudnya keberhasilan pendidikan nasional. Di samping empat tujuan tersebut, tersirat satu tujuan lain yaitu meningkatkan kesejahteraan guru.

Pelaksanaan sertifikasi guru secara tidak langsung berdampak positif bagi pendidikan di Indonesia. Sertifikasi melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga merusak citra profesi itu sendiri. Di samping itu juga menjadi jaminan masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas.

Pemberian tunjangan profesi atas tugas berat yang diemban guru merupakan penghargaan yang setimpal. Pengakuan bahwa guru merupakan profesi harus dimaknai bahwa guru adalah tenaga professional. Sebagai profesi, profesionalisme itu harus tercermin dalam setiap tugas dan kewajiban dalam dunia pendidikan. Hal itu akan membentuk iklim pendidikan yang sehat. Pendidikan yang seimbang antara kebutuhan peserta didik dan kualitas pengajaran seorang guru.

Selain hal positif, banyak hal negatif yang muncul sebagai dampak pelaksanaan sertifikasi. Beberapa dampak tersebut antara lain: 1) guru menjadi certificate oriented artinya menghalalkan segala cara demi selembar sertifikat profesi; 2) menciptakan kanibalisme antarguru artinya guru yang tersertifikasi berpeluang mengambil jam mengajar rekan sejawat yang belum tersertifikasi dengan alasan tuntutan; 3) maraknya manipulasi data artinya pihak sekolah berpotensi memanipulasi data jam mengajar guru yang tersertifikasi, dan mempersempit peluang bagi calon guru artinya kewajiban dua puluh empat jam mengajar guru yang tersertifikasi mengakibatkan minimnya penerimaan atau formasi guru baru karena jam mengajar yang tidak lagi tersedia. Hal tersebut jika tidak segera ditindaklanjuti dapat menjadi bom waktu bagi dunia pendidikan Indonesia.

Pelaksanaan sertifikasi juga tidak selalu berjalan beriringan dengan kinerja guru. Hasil penelitian yang dimuat Koran Joglo Semar tanggal 13 November 2009 halaman 14 menyebutkan bahwa 50% dari 3670 responden menyatakan guru yang tersertifikasi melalui jalur portofolio tidak mengalami peningkatan kinerja. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pelaksanaan sertifikasi tidak serta-merta menaikkan profesionalisme guru. Pelaksaan sertifikasi jalur portofolio juga rentan akan tidak adanya relevansi antara dokumen dengan kompetensi guru yang sesungguhnya. Melalui jalur ini, kompetensi guru hanya diukur berdasarkan dokumentasi kinerja yang dibuktikan dengan lembar-lembar dokumen.

Penelitian Bank Dunia juga menunjukkan bahwa sertifikasi meningkatkan pendapatan tetapi tidak memperbaiki kualitas mengajar. Penelitian itu dilakukan terhadap 240 sekolah dasar dan 120 sekolah menengah pertama di 22 kabupaten/kota di Indonesia. Sampel yang diambil adalah guru kelas pada sekolah dasar serta guru Matematika, Bahasa Indonesia, Fisika, Biologi, dan Bahasa Inggris di sekolah menengah pertama. Hasil penelitian menunjukkan kenaikan pendapatan guru bersertifikat rata-rata 2.500.000,00 menjadi 5.000.000,00 per bulan. Namun, kebanyakan guru gagal menerjemahkan motivasi menjadi kinerja yang lebih baik (Sumber: inilah.com diakses tanggal 20 Agustus 2013).

Guru-guru yang layak mengajar untuk tingkat SD baik negeri maupun swasta ternyata hanya 28,94%. Guru SMP negeri 54,12%, swasta 60,99%. Guru SMA negeri 65,29%, swasta 64,73%. Guru SMK negeri 55,91 %, swasta 58,26 % (Sumber: Balitbang Kemendiknas). Hal ini berimbas pada peringkat pendidikan Indonesia yang masih tertinggal dari negara-negara lain di dunia. Data Education For All Global Monitoring Report  tahun 2012 yang dikeluarkan oleh UNESCO, menempatkan pendidikan Indonesia di peringkat ke-64 untuk pendidikan di seluruh dunia dari 120 negara. Education development index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0.945) dan Brunei Darussalam (0.965).

Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa sertifikasi tidak serta-merta meningkatkan kinerja dan kualitas guru dalam mengajar. Perlu usaha yang sinergis, sistematis, dan berkesinambungan agar kinerja guru tetap terjaga. Disamping itu, kinerja guru yang tersertifikasi berbeda satu dan lainnya. Diduga faktor-faktor seperti status kepegawaian, jalur lulus sertifikasi, dan tempat mengajar menjadi penyebab perbedaan itu.

Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

  • Bagaimana langkah strategis meningkatkan kinerja guru?
  • Relevansi  penataan manajemen dengan peningkatan kinerja guru?

Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

  • Menjelaskan langkah strategis meningkatkan kerja guru.
  • Menjelaskan relevansi penataan manajemen dengan peningkatan kinerja guru.

BAB II
PEMBAHASAN

Langkah Strategis Meningkatkan Kinerja Guru
Kinerja guru yang ditunjukkan dapat diamati dari kemampuan guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya yang tentunya sudah dapat mencermikan suatu pola kerja yang dapat meningkatkan mutu pendidikan kearah yang lebih baik. Seseorang akan bekerja secara profesional bilamana memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, seseorang tidak akan bekerja secara profesional bilamana hanya memenuhi salah satu diantara dua persyaratan di atas. Jadi betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila tidak memiliki kepribadian dan dedikasi dalam bekerja yang tinggi. Guru yang memiliki kinerja yang baik tentunya memiliki komitmen yang tinggi dalam pribadinya artinya tercermin suatu kepribadian dan dedikasi yang paripurna. Tingkat komitmen guru terbentang dalam satu garis kontinum, bergerak dari yang paling rendah menuju paling tinggi.

Guru yang memiliki komitmen yang rendah biasanya kurang memberikan perhatian kepada murid, demikian pula waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran yang sangat sedikit. Sebaliknya seseorang guru yang memiliki komitmen yang tinggi biasanya tinggi sekali perhatiannya dalam bekerja. Demikian pula waktu yang disediakan untuk peningkatan mutu pendidikan sangat banyak. Sedangkan tingkat abstraksi yang dimaksudkan di sini adalah tingkat kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, mengklarifikasi masalah-masalah pembelajaran, dan menentukan alternatif pemecahannya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Glickman (dalam Bafadal I, 2003) yang menyatakan bahwa “guru yang memiliki tingkat abstraksi yang tinggi adalah guru yang mampu mengelola tugas, menemukan berbagai permasalahan dalam tugas dan mampu secara mandiri memecahkannya”.

Langkah strategis dalam upaya meningkatkan kinerja guru dapat dilakukan melalui beberapa terobosan antara lain :

  • Kepala Sekolah harus memahami dan melakukan tiga fungsi sebagai penunjang peningkatan kinerja guru antara lain :
  • Membantu guru memahami, memilih dan merumuskan tujuan pendidikan yang dicapai.
  • Mendorong guru agar mampu memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi dan dapat melihat hasil kerjanya.
  • Memberikan pengakuan atau penghargaan terhadap prestasi kerja guru secara layak, baik yang diberikan oleh kepala sekolah maupun yang diberikan semasa guru, staf tata usaha, siswa, dan masyarakat umum maupun yang diberikan pemerintah.
  • Mendelegasikan tanggung jawab dan kewenangan kerja kepada guru untuk mengelola proses belajar mengajar dengan memberikan kebebasan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil belajar.
  • Membantu memberikan kemudahan kepada guru dalam proses pengajuan kenaikan pangkatnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
  • Membuat kebijakan sekolah dalam pembagian tugas guru, baik beban tugas mengajar, beban administrasi guru maupun beban tugas tambahan lainnya harus disesuaikan dengan kemampuan guru itu sendiri.
  • Melaksanakan tehnik supervisi yang tepat sesuai dengan kemampuannya dan sesuai dengan keinginan guru-guru secara berkesinambungan dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam proses pembelajaran.
  • Mengupayakan selalu meningkatkan kesejahteraannya yang dapat diterima guru serta memberikan pelayanan sebaik-baiknya.
  • Menciptakan hubungan kerja yang sehat dan menyenangkan dilingkungan sekolah baik antara guru dengan kepala sekolah, guru dengan guru, guru dengan siswa, guru dengan tata usaha maupun yang lainnya.
  • Menciptakan dan menjaga kondisi dan iklim kerja yang sehat dan menyenangkan di lingkungan sekolah, terutama di dalam kelas, tempat kerja yang menyenangkan, alat pelajaran yang cukup dan bersifat up to date, tempat beristirahat di sekolah yang nyaman, kebersihan dan keindahan sekolah, penerangan yang cukup dan masih banyak lagi.
  • Memberiukan peluang pada guru untuk tumbuh dalam meningkatkan pengetahuan, meningkatkan keahlian mengajar, dan memperoleh keterampilan yang baru.
  • Mengupayakan adanya efek kerja guru di sekolah terhadap keharmonisan anggota keluarga, pendidikan anggota keluarga, dan terhadap kebahagiaan keluarganya.
  • Mewujudkan dan menjaga keamanan kerja guru tetap stabil dan posisi kerjanya tetap mantap sehingga guru merasa aman dalam pekerjaannya.
  • Memperhatikan peningkatan status guru dengan memenuhi kelengkapan status berupa perlengkapan yang mendukung kedudukan kerja guru, misalnya tersediahnya ruang khusus untuk melaksanakan tugas, tempat istirahat khusus, tempat parkis khusus, kamar mandi khusus dan sebagainya ( Junaidin, 2006).
  • Menggerakkan guru-guru, karyawan, siswa dan anggota masyarakat untuk mensukseskan program-program pendidikan di sekolah.
  • Menciptakan sekolah sebagai lingkungan kerja yang harmonis, sehat, dinamis dan nyaman sehingga segenap anggota dapat bekerja dengan penuh produktivitas dan memperoleh kepuasan kerja yang tinggi.
Langkah lain yang dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan kinerja guru melalui peningkatan pemanfaatan teknologi informasi yang sedang berkembang sekarang ini dan mendorong guru untuk menguasainya. Melalui teknologi informasi yang dimiliki baik oleh daerah maupun oleh individual sekolah, guru dapat melakukan beberapa hal diantaranya : (1) melakukan penelusuran dan pencarian bahan pustaka, (2) membangun Program Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) untuk memodelkan sebuah rencana pengajaran, (3) memberi kemudahan untuk mengakses apa yang disebut dengan virtual clasroom ataupun virtual university,  (4) pemasaran dan promosi hasil karya penelitian.

Dengan memanfaatkan teknologi informasi maka guru dapat secara cepat mengakses materi pengetahuan yang dibutuhkan sehingga guru tidak terbatas pada pengetahuan yang dimiliki dan hanya bidang studi tertentu yang dikuasai tetapi seyogyanya guru harus mampu menguasai lebih dari bidang studi yang ditekuninya sehingga bukan tidak mungkin suatu saat guru tersebut akan mendalami hal lain yang masih memiliki hubungan erat dengan bidang tugasnya guna meningkatkan kinerja ke arah yang lebih baik.

Dinas Pendidikan setempat selaku pihak yang ikut andil dalam mengeluarkan dan memutuskan kebijakan pada sektor pendidikan dapat melakukan langkah sebagai berikut:

  • Memberikan kemandirian kepada sekolah secara utuh
  • Mengontrol setiap perkembangan sekolah dan guru.
  • Menganalisis setiap persoalan yang muncul di sekolah
  • Menentukan alternatif pemecahan bersama dengan kepala sekolah dan guru terhadap persoalan yang dihadapi guru
Kinerja guru tidak dapat berdiri sendiri melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor lain melalui interaksi sosial yang terjadi di antara diri mereka sendiri maupun dengan komponen yang lain dalam sekolah. Hal lain yang dapat dilakukan adalah melalui peningkatan moral kerja guru. Moral kerja sebagai suatu sikap dan tingkah laku yang merupakan perwujudan suatu kemauan yang dibawa serta ke sekolah dan kerjannya. Pemahaman tentang moral kerja yang belum sempurna menyebabkan tidak dapat mempengaruhi kinerja secara spesifik. Padahal moral kerja yang tinggi dapat meningkatkan semangat untuk bekerja lebih baik. Moral kerja dapat pula dipengaruhi oleh motif-motif tertentu yang bersifat subyektif maupun obyektif. Adapun yang menjadi motif untuk bekerja lebih baik adalah kebutuhan-kebutuhan (needs) yang menimbulkan suatu tindakan perbuatan yang menimbulkan suatu perbuatan (behaviour) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut (goals).

Untuk mewujudkan kinerja guru yang profesional dalam reformasi pendidikan, secara ideal ada beberapa karakteristik citra guru yang diharapkan antara lain

  • guru harus memiliki semangat juang yang tinggi disertai dengan kualitas keimanan dan ketaqwaan yang mantap.
  • guru yang mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan lingkungan dan perkembangan iptek.
  • guru yang mempunyai kualitas kompetensi pribadi dan profesional yang memadai disertai atas kerja yang kuat.
  • guru yang mempunyai kualitas kesejahteraan yang memadai.
  • guru yang mandiri, kreatif, dan berwawasan masa depan.
Untuk mewujudkan guru yang memiliki karakteristik seperti di atas maka perlu dilakukan langkah nyata yang dapat dilakukan pemerintah antara lain: (1) pemerintah harus ada kemauan politik untuk menempatkan posisi guru dalam keseluruhan pendidikan nasional, (2) mewujudkan sistem manajemen guru dan tenaga kependidikan lainnya yang meliputi pengadaan, pengangkatan, penempatan, pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan secara terpadu yang sistematik, sinergik dan simbolik, (3) pembenahan sistem pendidikan guru yang lebih fungsional untuk menjamin dihasilkannya kualitas profesional guru dan tenaga kependidikan lainnya, (4) pengembangan satu sistem pengganjaran (gaji dan tunjangan lainnya) bagi guru secara adil, bernilai ekonomis, dan memiliki daya tarik sedemikian rupa sehingga merangsang guru untuk melaksanakan tugasnya dengan penuh dedikasi dan memberikan kepuasan lahir batin (Aqiz Z., 2003).

Pada era otonomi daerah, Pendapatan yang diterima guru bervariasi, baik ditinjau dari jenjang sekolah maupun lokasi daerah. Tunjangan guru di sekolah pada jenjang yang lebih rendah adalah lebih rendah dari pada tunjangan guru di sekolah yang lebih tinggi. Demikian pula, tunjangan guru di sekolah yang berada di kota adalah lebih tinggi daripada tunjangan guru di sekolah yang berada di pinggir kota dan desa. Kondisi ini disebabkan oleh perbedaan kebutuhan sekolah dan kemampuan orang tua dalam memberikan sumbangan dana terhadap sekolah. Ekonomi orang tua di perkotaan adalah cenderung lebih kuat dibandingkan dengan ekonomi orang tua di pinggir kota dan desa. Sedangkan, besarnya tunjangan kepada guru yang diberikan sekolah didasarkan atas RAPBS dan kekuatan orang tua siswa. Tunjangan kepada guru memberikan efek yang signifikan terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa. Siswa yang berada di kota lebih berprestasi daripada siswa di pinggir kota dan desa. Demikian pula, siswa yang ada di pinggir kota lebih berprestasi dari pada siswa di desa. Meski prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan daya dukung orang tua, namun presatasi tersebut juga dipengaruhi oleh tunjangan kepada guru. Tunjangan guru yang berada di kota adalah cenderung lebih besar, sehingga lebih dapat berkonsentrasi dalam mengajar. Sebaliknya, tunjangan guru di desa adalah lebih kecil dan hal ini menyebabkan konsentrasi mengajar kurang. Analisis-analisis tersebut lebih nampak pada ilustrasi studi kualitatif sebagaimana dipaparkan di bawah ini (Husin, Z. dan Sasongko R.N, 2003).

Kalau seorang guru dapat membeli pesawat televisi, radio tape, sepeda motor, dan barang-barang mewah lainnya atau mengangsur perumahan, hal itu karena utang dengan menggunakan agunan gaji mereka setiap bulan dipotong. Sedangkan gaji guru di negara lain cukup untuk kebutuhan satu bulan, berekreasi, membeli buku, dan menabung. Bila dibandingkan dengan kesejahteraan pegawai negeri sipil lain di Indonesia, secara nominal gaji guru lebih tinggi untuk golongan yang sama, misalnya sama- sama golongan III C antara pegawai negeri sipil guru dan non-guru, karena guru mendapat tambahan tunjangan fungsional. Tetapi, jam kerja pegawai negeri sipil (PNS) non-guru terbatas, sehari hanya delapan jam atau seminggu 42 jam. Sedangkan jam kerja guru tidak terbatas. memang mengajarnya hanya pukul 07.00-12.45, tetapi sebelum mengajar harus menyiapkan bahan, administratif (buat satuan pelajaran), dan setelah mengajar mereka harus mengoreksi hasil pekerjaan murid.

Di sisi lain peluang untuk memperoleh pendapatan tambahan di luar gaji bagi PNS non-guru lebih terbuka karena sering ada proyek-proyek atau urusan lain dengan masyarakat. Adapun guru, peluangnya untuk memperoleh tambahan pendapatan hanya bila melakukan pungutan tambahan kepada murid atau bisnis. Namun, hal itu langsung akan mendapat respons negatif dari masyarakat. Harapan masyarakat terhadap guru memang bukan hanya perannya di dalam kelas saja, tetapi juga di luar kelas juga dapat memberikan teladan. Tetapi peran memberi teladan ini tidak pernah dihargai secara material dan sosial.

Ada delapan hal yang diinginkan oleh guru melalui kerjannya yaitu (1) adanya rasa aman dan hidup layak, (2) kondisi kerja yang diinginkan, (3) rasa keikutsertaan, (4) rerlakuan yang wajar dan jujur, (5) rasa mampu, (6) pengakuan dan penghargaan atas sumbangan, (7) ikut bagian dalam pembuatan kebijakan sekolah, (8) kesempatan mengembangkan self respect (Bafadal I, 2003)

Menurut teori kebutuhan Maslow bahwa kebutuhan manusia dibagi dalam lima tingkatan antara lain (1) kebutuhan fisiologi secara universal seperti makanan, minuman, pakaian dan perumahan, (2) kebutuhan rasa aman (safety or security needs), (3) kebutuhan Kebutuhan sosial , (4) kebutuhan harga diri (esteem or ego needs), (5) kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs).

Menurut Hopson and Scally (dalam Husin, Z. dan Sasongko R.N, 2003) bahwa diskursus paradigma pendidikan antara investment based vs out came based membawa implikasi imperatif terhadap penataan manajemen pendidikan di era otonomi daerah. Dalam era ini, manajemen perlu ditata secara demokratis, kreatif, dan menguntungkan bersama. Fungsi pendidikan perlu ditata ulang tidak hanya sekedar menjalankan tugas rutin mengajar. Namun lebih dari itu, yakni mewujudkan educated man yang mempunyai life skills berkulitas tinggi.

Relevansi  Penataan Manajemen Dengan Peningkatan Kinerja Guru
Penataan manajemen pendidikan dan upaya mewujudkan manusia terdidik yang mempunyai kecakapan hidup memerlukan guru yang handal (the good high teachers). Upaya ini dapat terwujud jika kualitas dan gaji guru diperbaiki. Rasionalnya, guru yang berkualitas dengan gaji yang cukup, akan lebih kreatif, antusias, dedikatif, dan konsentrasi pada bidang pekerjaannya semata.

Untuk mengatasinya, manajemen pendidikan perlu ditata sebagai berikut (1) perlu dilakukan need assessment terhadap kebutuhan guru dan operasional sekolah yang terkait. Untuk itu Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan Nasional diharapkan lebih fokus meningkatkan anggaran bagi perbaikan kualitas guru, terutama untuk gaji/pendapatan guru, studi lanjut, dan kegiatan pelatihan, (2) perlunya penerapan school based budgeting yang operasional dan out came based. Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten /kota perlu memberikan wewenang dan pembinaan kepada sekolah untuk mengatur rumah tangganya (Husain Z dan Sosangko, 2003).

Menurut  Usman (2006) bahwa kompetensi yang harus dimiliki seorang guru yaitu (1) kemampuan yang ada pada diri guru agar dapat mengembangkan kondisi belajar sehingga hasil belajar dapat tercapai dengan lebih efektif, (2) kemampuan sosial yaitu kemampuan guru yang realisasinya memberi manfaat bagi pemenuhan yang diperuntukan bagi masyarakat. (3) kompetensi profesional adalah kemampuan yang dimiliki guru sebagai pengajar yang baik.

Peningkatan kinerja guru serta kemampuan profesionalnya diarahkan pada pembinaan kemampuan dan sekaligus pembinaan komitmennya. Untuk pembinaan dapat dilakukan dalam dua hal yaitu (1) peningkatan kemampuan profesional guru melalui supervisi pendidikan, program sertifikasi dan tugas belajar yang diklasifikasikan dalam faktor pengembangan profesi, (2) pembinaan komitmen melalui pembinaan kesejahteraannya yang diklasifikasikan dalam faktor tingkat kesejahteraan.

Pidarta (1999) mengatakan merupakan kewajiban guru sebagai seorang profesional untuk mengadakan penelitian dalam profesinya. Penelitian merupakan alat utama dalam mengembangkan ilmu dan aplikasinya. Dengan penelitian guru akan menemukan materi-materi yang lebih tepat, alat yang cocok untuk mengajarkan sesuatu, cara mendidik siswa yang lebih aktif, dan cara membina kemampuan siswa secara lebih baik. Penelitian merupakan bagian dari pengembangan profesi.

Pembentukan ilkim kerja yang baik dalam penyelenggaraan sekolah memberikan nuasa bekerja yang lebih baik, guru tidak akan ragu dan tetap merasa nyaman dalam bekerja. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa suasana yang baik di tempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru dan guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dalam lingkungannya. Menurut Bafadal I, (2003) bahwa untuk menciptakan suasana kerja yang baik ada dua hal yang dilakukan dan diperhatikan antara lain (1) guru sendiri, dan (2) hubungan dengan orang lain dan masyarakat sekeliling.

Terhadap guru sendiri, guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus aktif mengusahakan suasana itu dengan berbagai cara misalnya (1) di dalam kelas penggunaan metode mengajar yang sesuai maupun penyediaan alat belajar yang cukup serta pengaturan organisasi kelas yang mantap atau pendekatan lain yang diperlukan, (2) diluar kelas dapat menciptakan hubungan yang lebih dengan guru lain, pegawai dan Kepala Sekolah serta siswa itu sendiri. Terciptanya iklim kerja yang lebih baik tidak terlepas dari kemampuan guru dalam memahami keadaan yang terjadi disekelilingnya, guru berusaha semaksimal mungkin untuk bersikap terbuka terhadap persoalan-persoalan yang menggangu kelancaran kerjannya baik dengan guru lain maupun dengan kepala sekolah, guru harus berusaha membentuk pikiran-pikiran yang positif terhadap persoalan yang dihadapi sehingga memberikan jalan terselesaikannya persoalan secara baik dan cepat tanpa ada pihak yang dirugikan.

Menurut Pusat Inovasi Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional (2003) bahwa terdapat tiga kategori permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan mutu guru dalam pembangunan pendidikan yaitu (1) sistem pelatihan guru, (2) kemampuan profesional, (3) profesi, jenjang karier dan kesejahteraan. Ketiga kategori peningkatan mutu guru dalam pembangunan pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut.

Untuk kategori sistem pelatihan dapat diambil langkah-langkah sebagai berikut:

  • Perlunya revitalisasi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan untuk memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dan bukan untuk meningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata; 
  • Perlunya mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk memaksimalkan pelaksanaannya; 
  • Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik untuk mengetahui efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap mutu pendidikan;
  • Perlunya desentralisasi pelatihan guru pada tingkat kabupaten/kota sesuai dengan perubahan mekanisme kelembagaan otonomi daerah yang dituntut dalam UU No. 22/1999. 
Implikasi dari langkah-langkah yang diambil terhadap sistem pelatihan dapat berupa (1) adanya sistem pelatihan guru yang didahului dengan "need assessment" sesuai kondisi daerah masing-masing, (2) adanya sistem monitoring penyelenggaraan pelatihan guru yang dikoordinasikan dengan lembaga-lembaga pengelola pendidikan, (3) adanya lembaga swasta yang independen yang bertugas untuk melakukan penilaian-penilaian proses (formative evaluation), hasil (output/summative evaluation), dan dampak (outcome/impact evaluation) pelatihan guru, untuk menemukan model-model pelatihan guru yang efektif dan efisien dalam meningkatkan mutu pendidikan, (4) pembentukan dan pemberdayaan sentra-sentra pelatihan guru di kabupaten/kota yang juga bertugas untuk mengembangkan konten dan strategi mengajar tepat guna yang mampu meningkatkan kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran.

Untuk kategori kemampuan profesional dapat diambil langkah-langkah sebagai berikut:

  • Perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu meningkatkan kesempatan dan kemampuan para guru dalam penguasaan materi pelajaran. 
  • Perlunya tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional sebagai acuan pelaksanaan pembinaan dan peningkatan mutu guru.
  • Perlunya peta kemampuan profesional guru secara nasional yang tersedia di Depdiknas dan Kanwil-kanwil untuk tujuan-tujuan pembinaan dan peningkatan mutu guru.
  • Perlunya untuk mengkaji ulang aturan/kebijakan yang ada melalui perumusan kembali aturan/kebijakan yang lebih fleksibel dan mampu mendorong guru untuk mengembangkan kreativitasnya.
  • Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi kegiatan Pengawasan Pengelolaan Sekolah, sehingga kegiatan ini dapat menjadi sarana alternatif peningkatan mutu guru. 
  • Perlunya upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penelitian, agar lebih bisa memahami dan menghayati permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
  • Perlu mendorong para guru untuk bersikap kritis dan selalu berusaha meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan.
Implikasi terhadap langkah-langkah yang diambil terhadap kemampuan profesional dapat berupa (1) pemberdayaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sebagai organisasi profesi guru yang berbasis mata pelajaran secara lebih profesional, terprogram, dan secara khusus diarahkan untuk mengembangkan standardisasi konsep dan penilaian mata pelajaran secara nasional, terutama untuk mata-mata pelajaran Matematika dan IPA, (2) adanya program-program alternatif peningkatan kemampuan profesional guru dari organisasi ini, melalui modul-modul/publikasi-publikasi yang diterbitkan secara berkala, dan dibahas dalam kegiatan-kegiatan tutorial, (3) pengembangan standar kompetensi guru (SKG) sebagai tolok ukur (benchmark) kemampuan mengajar yang diberikan oleh organisasi profesi ini, (4) adanya aturan/kebijakan yang lebih fleksibel dan leluasa serta mampu memberikan motivasi bagi guru untuk semakin mengembangkan kreativitasnya, (5) adanya keterlibatan perguruan tinggi/ universitas dalam mengembangkan konsep dan memberdayakan Pengawasan Pengelolaan Sekolah, sebagai media alternatif peningkatan mutu guru, (6) melakukan pemetaan kemampuan guru di tingkat nasional secara rutin melalui "needs assessment", (7) adanya pelatihan penelitian tindakan kelas (action research) bagi para guru, sebagai produk kerja sama antara Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang telah diberdayakan, dengan perguruan tinggi -perguruan tinggi dan lembaga penelitian lainnya, (8) adanya credit point system terhadap karya penelitian guru yang memberikan motivasi bagi para guru untuk semakin meningkatkan minat dan kegiatan penelitiannya.

Untuk kategori profesi, jenjang karier dan kesejahteraan dapat diambil langkah-langkah sebagai berikut:

  • Memperketat persyaratan untuk menjadi calon guru pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
  • Menumbuhkan apresiasi karier guru dengan memberikan kesempatan yang lebih luas untuk meningkatkan karier.
  • Perlunya ketentuan sistem credit point yang lebih fleksibel untuk mendukung jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada aktivitas dan kreativitas guru dalam melaksanakan proses pengajaran.
  • Perlunya sistem dan mekanisme anggaran yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan guru.
Implikasi dari langkah-langkah yang dilakukan terhadap profesi, jenjang karier dan kesejahteraan agar dapat berhasil dapat berupa (1) persyaratan akta mengajar bagi mereka, yang bukan lulusan ilmu kependidikan untuk mengajar SLTP (A2 atau Akta 2) dan SLTA (A3 atau Akta 3) agar dilaksanakan secara konsekuen, (2) perlunya suatu peraturan jenjang karier tenaga guru, baik secara struktural maupun fungsional, yang setara dengan tenaga pengajar perguruan tinggi, (3) adanya kenaikan anggaran pendidikan yang prioritasnya ditekankan pada peningkatan penghasilan guru, (4) adanya mekanisme penganggaran serta pendanaan yang secara rutin, sistematik dan bertahap memberikan peluang bagi guru untuk meningkatkan pendapatannya secara signifikan, (5) penyempurnaan ketentuan/peraturan mengenai sistem credit point yang fleksibel dan memberikan motivasi bagi guru untuk meningkatkan jenjang karier.

Menurut  Depdiknas (2005) berdasarkan hasil analisis situsional di masing-masing daerah ada berbagai alternatif peningkatan profesionalisme guru yang dapat dilakukan oleh :

  • Dinas Pendidikan setempat.
  • Dinas pendidikan bekerjasama atau melibatkan instansi lain atau unsur terkait di masyarakat.
  • Masing-masing guru sebagai kegiatan individual dan mandiri.
  • Kerjasama antara Dinas Pendidikan dan guru (sekolah).
Dijelaskan pula, beberapa alternatif program pengembangan Profesionalisme guru sebagai berikut:

Program Peningkatan Kualifikasi Pendidikan Guru
Sesuai dengan peraturan dan memenuhi tuntutan Undang-undang Guru dan Dosen yang berlaku bahwa kualifikasi pendidikan guru minimal Sarjana (S-1) maka jika dilihat dari kondisi guru yang ada masih terdapat guru yang belum dapat memenuhi tuntutan kualifikasi pendidikan sarjana ini berarti guru yang belum mememuhi kualifikasi pendidikan sarjana harus dilakukan program peningkatan kualifikasi pendidikan sehingga dapat memenuhi persyaratan tersebut. Program peningkatan kualifikasi pendidikan ini dapat berupa program kelanjutan studi dalam bentuk tugas belajar. Tujuan dari program ini tiada lain untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan guru sehingga memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Langkah yang dilakukan guna merealisasikan program peningkatan kualifikasi pendidikan guru ini dapat ditempuh dengan dua cara yaitu :

  • Dinas Pendidikan setempat memberikan beasiswa agar guru bersekolah lagi.
  • Guru yang bersangkutan bersekolah lagi yang dibiayai oleh pemerintah dan guru itu sendiri.
  • Guru yang bersangkutan agar bersekolah lagi dengan menggunakan swadana atau dibiayai sendiri).
  • Program Penyetaraan dan Sertifikasi
Program ini diperuntukan bagi guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya atau bukan berasal dari program pendidikan keguruan.

Tidak bisa dipungkiri yang terjadi sekarang ini masih banyak sekolah-sekolah yang mengalami keterbatasan dan kekurangan guru pada bidang studi atau mata pelajaran tertentu sehingga langkah yang diambil dengan memberikan tugas guru-guru yang tidak sebidang atau yang masih memiliki hubungan dengan mata pelajaran yang diajarkan untuk menutupi kekurang dan keterbatasan guru atau guru yang bukan berasal dari kependidikan, maka keberadaan program penyetaraan dan sertifikasi ini mereka dapat diberdayakan secara maksimal. Tujuan dari program penyetaraan dan sertifikasi ini agar guru mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannyaatau termasuk kedalam kelompok studi pendidikan yang tercantum dalam ijazahnya.

Program Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi
Guna meningkatkan profesionalisme guru perlu dilakukan pelatihan dan penataran yang intens pada guru. Pelatihan yang diperlukan adalah pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan guru yaitu pelatihan yang mengacu pada tuntutan kompetensi guru. Selama ini terkesan pelatihan yang dilakukan hanya menghabiskan anggaran, waktu dan sering tumpang tindih akibatnya banyak penataran yang tidak memberikan hasil yang maksimal dan tidak membawa perubahan pada peningkatan mutu pendidikan malah justru keberadaan pelatihan tidak jarang mengganggu aktivitas kegiatan belajar mengajar karena guru sering mengikuti kegiatan pelatihan yang terkadang satu orang guru bisa mengikuti pelatihan beberapa kali pelatihan sebaliknya ada juga guru yang jarang bahkan tidak pernah mengikuti pelatihan.

Untuk menjawab persoalan tersebut dimunculkan pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi yang tentunya pelatihan yang menacu pada kompetensi yang akan dicapai dan diperlukan peserta didik. Tujuan dari pelatihan ini untuk membekali berbagai pengetahuan dan keterampilan yang akumulatif mengarah pada penguasaan kompetensi secara utuh sesuai profil kemampuan minimal sebagai guru mata pelajaran sehingga dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.

Program Supervisi Pendidikan
Pelaksanaan proses pembelajaran di kelas tidak selamanya memberikan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan, ada saja kekurangan dan kelemahan yang dijumpai pada guru saat melaksanakan proses pembelajaran maka untuk memperbaiki kondisi demikian peran supervisi pendidikan menjadi sangat penting untuk dilaksanakan sebagai upaya meningkatkan prestasi kerja guru yang pada gilirannya meningkatkan prestasi sekolah. Pelaksanaan supervisi bukan untuk mencari kesalahan guru tetapi pelaksanaan suparevisi pada dasarnya adalah proses pemberian layanan bantuan kepada guru untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang dilakukan guru dan meningkatkan kualitas hasil belajar.

Kepala sekolah yang melaksanakan supervisi pada guru harus mampu menempatkan diri sebagai pemberi bantuan bukan sebagai pencari kesalahan, hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dan penafsiran yang berbeda antara guru dengan kepala sekolah, selain itu untuk memberikan rasa nyaman guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dan menerima segala perbaikan yang diberikan kepala sekolah.Tujuan akhir dari kegiatan supervisi pendidikan adalah untuk memperbaiki guru dalam hal proses belajar mengajar agar tercapai kualitas proses belajar mengajar dan meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.

Program Pemberdayaan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)
MGMP adalah forum atau wadah kegiatan profesional guru mata pelajaran sejenis. Hakekat MGMP berfungsi sebagai wadah atau sarana komunikasi, konsultasi dan tukar pengalaman. Dengan MGMP ini diharapkan akan dapat meningkatkan profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran yang bermutu sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Wadah komunikasi profesi ini sangat diperlukan dalam memberikan kontribusi pada peningkatan keprofesionalan para anggotanya tidak hanya peningkatan kemapuan guru dalam hal menyusun perangkat pembelajaran tetapi juga peningkatan kemapuan, wawasan, pengatahun serta pemahaman guru terhadap materi yang diajarkan dan pengembangannya. Sehingga tujuan dari MGMP ini tidak lain memumbuhkan kegairahan guru untuk meningkatkan kemapuan dan keterampilan dalam mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi program kegiatan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan sikap percaya diri sebagai guru; menyetarakan kemampuan dan kemahiran guru dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar sehingga dapat menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan; mendiskusikan permasalahan yang dihadapi guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari dan mencari penyelesaian yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, guru, kondisi sekolah dan lingkungan; Membantu guru memperoleh informasi tehnis edukatif yang berkaitan dengan kegiatan keilmuan dan Iptek, kegiatan pelaksanaan kurikulum, metodologi, dan sistem evaluasi sesuai dengan mata pelajaran yang bersangkutan; Saling berbagi informasi dan pengalaman dalam rangka menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Simposium Guru
Peningkatan profesionalisme guru banyak cara yang dilakukan seperti simposium guru. Kegiatan ini diharapkan para guru dapat menyebar luaskan upaya-upaya kreatif dalam pemecahan masalah. Forum ini selain sebagai media untuk sharing pengalaman juga berfungsi untuk kompetisi antar guru dengan menampilkan guru-guru yang berprestasi dalam berbagai bidang misalnya dalam penggunaan metode pembelajaran, hasil penelitian tindakan kelas atau penulisan karya ilmiah.

Melakukan Penelitian (khususnya Penelitian Tindakan Kelas)
Peningkatan profesionalisme guru dapat juga dilakukan melalui optimalisasi pelaksanaan Penelitian tindakan kelas yang merupakan kegiatan sistimatik dalam rangka merefleksi dan meningkatkan praktik pembelajaran secara terus menerus sebab berbagai kajian yang bersifat reflektif oleh guru dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional, memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan dalam melaksanakan tugasnya, dan memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran berlangsung.

Kegiatan penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas proses belajar mengajar dan meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar juga untuk meningkatkan hasil belajar siswa sebab melalui kegiatan ini guru dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan yang dilakukan dan keterbatas yang harus diperbaiki.

BAB III
PENUTUP

Simpulan
Kinerja guru sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pertama faktor kepribadian dan dedikasi yang tinggi menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan tugasnya yang tercermin dari sikap dan perbuatannya dalam membina dan membimbing peserta didik; kedua faktor pengembangan profesional guru sangat penting karena tugas dan perannya bukan hanya memberikan informasi ilmu pengetahuan melainkan membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi; ketiga faktor kemampuan mengajar guru merupakan pencerminan penguasaan guru atas kompetensinya; keempat faktor hubungan dan komunikasi yang terjadi dalam lingkungan kerja memberikan dukungan bagi kelancaran tugas guru di sekolah; kelima faktor hubungan dengan masyarakat, peran guru dalam mendukung kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang tujuan serta sasaran yang ingin direalisasikan sekolah; keenam faktor kedisiplinan, Suatu pekerjaan akan menuai hasil yang memuaskan semua pihak bila guru mampu mentaati rambu-rambu yang ditentukan melalui penerapan sikap disiplin dalam menjalankan tugasnya; ketujuh faktor tingkat kesejahteraan, memberikan insentif yang pantas sebagai wujud memperbaiki tingkat kesejahteraan guru guna mencegah guru melakukan kegiatan membolos karena mencari tambahan di luar untuk memenuhi kebutuhan hidup; dan kedelapan faktor iklim kerja yang kondusif memberikan harapan bagi guru untuk bekerja lebih tenang sesuai dengan tujuan sekolah.

Saran
Pelaksanaan sertifikasi selain meningkatkan kesejahteraan guru hendaknya juga diikuti dengan peningkatan kinerja. Sertifikasi bukan semata sertificat oriented sehingga menimbulkan kanibalisme pendidikan dan penyelewengan data. Oleh karena itu, hendaknya pemerintah selalu memantau dan meng-upgrade kinerja guru dengan berbagai kebijakan yang mengarah perbaikan kualitas guru dalam kegiatan belajar-mengajar. Diharapkan dengan meningkatnya kualitas guru, peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia semakin meningkat.

DAFTAR PUSTAKA


  1. Depdiknas, 2005. Pembinaan Profesionalisme Tenaga pengajar (Pengembangan Profesionalisme Guru). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Depdiknas.
  2. Junaidin, Akh, 2006. Kepuasan Kerja Guru, Al-Fikrah Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman, Ed. I thn. I hal. 45-66.
  3. Koran Joglo semar, tanggal 13 November 2009. Sertifikasi Guru Perlu Dievaluasi. hal. 14-15.
  4. m.inilah.com/read/detai/1939669/sertifikasi-belum-dongkrak-kinerja
  5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
  6. Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
  7. Pidarta, 1997. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: PT. Bina Rineka Cipta.
  8. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
  9. Usman, Moh. Uzer. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.



LihatTutupKomentar