Gangguan Berbahasa

BAB I
PENDAHULUAN

Berbahasa adalah proses mengeluarkan pikiran dan perasaan (dari otak) dan secara lisan, dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Manusia yang normal fungsi otak dan alat bicaranya, tentu dapat berbahasa dengan baik. Namun, mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicaranya, tentu mempunyai kesulitan dalam berbahasa, baik produktir maupun reseptif. Jadi, kemampuan bahasanya terganggu.


Gangguan berbahasa ini secara garis besar dapat di bagi dua. Pertama, akibat gangguan faktor medis; dan kedua, akibat faktor lingkungan sosial. Yang dimaksud faktor medis adalah gangguan, baik akibat kelainan fungsiotak maupun akibat kelainan alat-alat bicara. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor lingkungan sosial adalah lingkungan kehidupan yang tidak alamiah manusia, seperti tersisih atau terisolasi dari lingkungan kehidipan masyarakat manusia yang sewajarnya.

Secara medis menurut Sidharta (1984) gangguan berbahasa dibagi atas tiga golongan, yaitu (1) gangguan berbicara, (2) gangguan berbahasa, (3) gangguan berpikir. Ketiga gangguan itu masih bisa diatasai kalau penderita gangguan itu mempunyai gangguan daya dengar yang normal; bila tidak tentu menjadi sukar atau sangat sukar. Di sini penulis akan membahas gangguan berbahasa diantaranya, Disleksia, Graphasia dan Aphasia.

BAB II
GANGGUAN BICARA DAN BAHASA
“SPEECH AND LANGUAGE DISORDER”

Gangguan bicara dan bahasa adalah terjadinya gangguan atau keterlambatan pada anak dalam berbicara atau menggunakan bahasa di dalam kehidupan sehari-harinya. Anak mengalami keterlambatan yang tidak sesuai dengan tahapan perkembangan di usianya. Pada makalah ini gangguan bicara dan bahasa yang akan dibahas adalah disleksia, disgraphia, dan aphasia.

DISLEKSIA
Disleksia (dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktifitas membaca dan menulis. Perkataan disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- (”kesulitan untuk”) dan λέξις lexis (”huruf” atau “leksikal”).

Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisis, dan juga daya sensorik pada indera perasa.

Penderita disleksia secara fisik tidak akan terlihat sebagai  penderita. Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang  untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga  dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah, kiri dan  kanan, dan sulit menerima perintah yang seharusnya dilanjutkan ke memori  pada otak. Hal ini yang sering menyebabkan penderita disleksia dianggap  tidak konsentrasi dalam beberapa hal. Dalam kasus lain, ditemukan pula  bahwa penderita tidak dapat menjawab pertanyaan yang seperti uraian panjang lebar.
Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai “Alexia”. Selain mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia juga ditenggarai juga mempengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya. Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah. Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua. Faktor resiko seperti jenis kelamin, suku bangsa atau latar belakang  sosio-ekonomi-pendidikan tampaknya tidak berkaitan dengan penderita Disleksia. Peluang disleksia untuk dijumpai pada anak laki-laki dan perempuan sama besarnya. Tetapi  riwayat  keluarga dengan disleksia merupakan faktor risiko terpenting karena  23-65% orangtua disleksia mempunyai anak disleksia juga. Disleksia merupakan kelainan yang bisa diturunkan ke generasi berikutnya.

Ada dua tipe disleksia, yaitu developmental dyslexsia (bawaan sejak lahir) dan aquired dyslexsia (didapat karena gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca). Developmental dyslexsia diderita sepanjang hidup pasien dan biasanya bersifat genetik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyakit ini berkaitan dengan disfungsi daerah abu-abu pada otak.  Disfungsi tersebut berhubungan dengan perubahan konektivitas di area  fonologis (membaca). Beberapa tanda-tanda awal disleksia bawaan adalah  telat berbicara, artikulasi tidak jelas dan terbalik-balik, kesulitan  mempelajari bentuk dan bunyi huruf-huruf, bingung antara konsep ruang  dan waktu, serta kesulitan mencerna instruksi verbal cepat dan  berurutan. Pada usia sekolah, umumnya penderita disleksia dapat  mengalami kesulitan menggabungkan huruf menjadi kata, kesulitan membaca,  kesulitan memegang alat tulis dengan baik, dan kesulitan dalam  menerima.

Penelitian  retrospektif menunjukkan disleksia merupakan suatu keadaan yang menetap  dan kronis. “Ketidakmampuannya” di masa anak yang nampak seperti  “menghilang” atau “berkurang” di masa dewasa bukanlah kareana disleksia nya telah sembuh namun karena individu tersebut berhasil menemukan  solusi untuk mengatasi kesulitan yang diakibatkan oleh disleksianya  tersebut.

Mengingat  demikian kompleksnya keadaan disleksia ini, maka sangat disarankan  bagi orang tua yang merasa anaknya menunjukkan tanda-tanda seperti  tersebut di atas, agar segera membawa anaknya berkonsultsi kepada tenaga  medis profesional yang kapabel di bidang tersebut. Karena semakin dini  kelainan ini  dikenali, semakin mudah pula  intervensi yang dapat dilakukan, sehingga anak tidak terlanjur larut  dalam kondisi yang lebih parah.

Diagnosa disleksia biasanya dilakukan pada usia 7-8 tahun. Namun, sebenarnya bila cermat gejala disleksia bisa dikenali sejak usia 3-4 tahun.
  
Tanda-tanda disleksia pada usia prasekolah:
  • Suka mencampuradukkan kata-kata dan frasa
  • Kesulitan mempelajari rima (pengulangan bunyi) dan ritme (irama)
  • Sulit mengingat nama atau sebuah obyek
  • Perkembangan kemampuan berbahasa yang terlambat
  • Senang dibacakan buku, tapi tak tertarik pada huruf atau kata-kata
  • Sulit untuk berpakaian
  • Tanda-tanda disleksia pada usia sekolah dasar:
  • Sulit membaca dan mengeja
  • Sering tertukar huruf dan angka
  • Sulit mengingat alfabet atau mempelajari tabel
  • Sulit mengerti tulisan yang ia baca
  • Lambat dalam menulis
  • Sulit konsentrasi
  • Susah membedakan kanan dan kiri, atau urutan hari dalam sepekan
  • Percaya diri yang rendah
  • Masih tetap kesulitan dalam berpakaian

Bila seorang anak didiagnosis disleksia, ia harus mendapat dukungan ekstra di sekolahnya dari seorang guru spesialis. Biasanya ini bisa dilakukan dengan bantuan intens dalam pelajaran membaca dan menulis. Disleksia tak harus menghentikan anak-anak untuk terus belajar. Ia tak akan menimbulkan efek pada intelejensinya, karena otak mereka bekerja dengan cara yang berbeda. Bahkan beberapa penderita disleksia memiliki kreativitas yang tinggi, kemampuan berbicara yang baik, pemikir inovatif atau pencari solusi yang intuitif.

Penanganan
Usahakan agar benar-benar aktif dalam mendampinginya dari waktu ke waktu. Penderita disleksia setiap saat akan menemukan kesulitan-kesulitan. Dan  bila kita biarkan mereka mencari jawabannya sendiri, maka ketika  menemukan kegagalan demi kegagalan, si penderita justru akan menjadi  semakin bodoh. Keadaan tersebut akan memperburuk penyimpangannya.

Memberikan dorongan sedemikian rupa untuk mengembalikan kepercayaan dirinya. Penderita  disleksia akan cenderung  menghabiskan waktunya untuk mencari cara dalam usahanya untuk menguasai sejumlah materi pelajaran  seperti membaca, menulis, dan hitungan-hitungan. Perjuangan ini hanya akan  tetap bertahan apabila kepercayaan dirinya terus terjaga.

Buatlah semenarik mungkin ketika mengajarinya membaca. Hampir  semua anak penderita disleksia tidak suka pelajaran membaca karena  membaca adalah pekerjaan yang paling berat bagi dirinya. Carilah isi  bacaan yang disukai oleh subjek, sehingga hal tersebut akan menjadi  menarik bagi subjek untuk terus mambacanya walaupun sulit.

Berikan model peran, seperti orang-orang sukses yang disleksia. Model  peran  sangat penting mereka untuk meningkatkan semangatnya dan tidak  selalu harus Albert Einstein, karena mungkin itu terlalu kuno. Ambilah  misalnya Orlando Bloom, Jackie Chan, Patrick Dempsey (ini adalah  tokoh-tokoh pria sukses yang disleksia). Untuk wanita bisa diberikan  tokoh: Selma Hayek, Jewel, Whoopi Goldberg yang tentu akan membangkitkan  semangat dan harapan kesembuhan pada dirinya.

Bantu mereka dengan teknologi  yang membantu. Memberikan komputer saja untuk anak-anak disleksia  tidak akan sangat membantu. Berikan mereka software seperti Dragon Naturally Speaking atau Kurzweil 3000. Biarkan mereka belajar sampai ia benar-benar menguasainya .

Gunakan Metode Pendekatan Multi-Sensori. Wilson  Reading System. Orton-Gillingham dan Slingerland Approach merupakan  pendekatan pengajaran Multi-sensori. Mengajar mereka dengan pendekatan multi-sensori akan sangat membantu proses recoverinya.

Latihan khusus yang bisa diberikan:
  • Ajarkan si kecil menulis
  • Ajak si kecil bermain angka dan melatih ingatan
  • Ajak si kecil untuk memahami orientasi

DISGRAPHIA
Disgraphia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa menulis atau mengekspresikan pikirannya ke dalam bentuk tulisan, karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis.

Pada anak-anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak mulai belajar menulis. Kesulitan ini tidak tergantung kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih dalam berbicara dan keterampilan motorik lainnya, tapi mempunyai kesulitan menulis. Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD.
Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan. Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgraphia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.

Ciri-Ciri Disgrafia
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:
  • Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
  • Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
  • Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
  • Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahaman lewat tulisan.
  • Sulit memegang pulpen atau pensil dengan mantap. Caranya dalam memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
  • Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
  • Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
  • Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada. 

Penanganan
Beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan gangguan ini. Diantaranya:

Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgraphia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustasi dan stress. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja setiap hari. Atau bisa juga orang tua dari si anak meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secraa lisan, bukan tulisan.

Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgraphia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan computer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.

Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustasi. Kesabaran orang tua dan guru membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.

Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgraphia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.
  
APASHIA
Aphasia merujuk pada suatu kondisi dimana anak gagal menguasai ucapan-ucapan bermakna pada rentang usia 3 tahunan. Banyak faktor yang diduga dapat menyebabkan kondisi tersebut, antara lain gangguan organ bicara, keterbelakangan mental, ketulian, atau sikap orang tua yang terlalu protektif terhadap anak sehingga tidak mengijinkan anak untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya. Namun faktor yang disinyalir sebagai penyebab utama penyakit ini adalah kerusakan pada sistem saraf otak.

Gangguan ini dapat disebabkan oleh cidera pada kulit otak yang terjadi karena kecelakaan, benturan yang keras, atau stroke. Gangguan ini bersifat multi dimensi, sehingga kemampuan menggunakan atau menguasai simbol seolah-olah lenyap. Parahnya ketidakmampuan yang diakibatkan  bergantung dari letak cidera atau luka, umur serta kondisi kesehatan ketika terjadinya cidera tersebut.

Anak yang menderita Aphasia sejak lahir mengalami kesulitan dengan bahasa ucapan. Mereka yang Receptive Aphasia mempunyai kesulitan yang parah dalam mengerti kata-kata dan mengerti percakapan. Anak dengan Executive Aphasia dapat mengerti dengan cukup baik tetapi mempunyai kesulitan membuat katakata untuk dirinya sendiri. 

Anak yang Receptive Aphasia kelihatannya dapat membingungkan dengan anak yang autistic khususnya bila mereka sudah sama-sama remaja karena mereka juga cenderung untuk mengabaikan suara dan menjadi anak yang menyendiri. Anak yang Executive Aphasia biasanya lebih responsif dan lebih memasyarakat, tapi mereka memiliki kesulitan yang sama dengan anak yang autistic dalam menirukan gerakan orang lain dan dalam berbicara.

Kedua kelompok anak yang menderita aphasia ini berbeda dengan anak yang autistic dalam hal dimana mereka menggunakan mata untuk membantu memahami dunia, dan mereka dapat berkomunikasi dengan baik dengan menggunakan cara non-verbal (tanpa kata-kata). Mungkin juga diketemukan anak yang aphasia dengan cacat tambahan yang sangat mirip dengan anak yang autistic. Receptive dan executive aphasia merupakan dua dari sekian banyak kekurangan-kekurangan yang muncul pada anak yang autistic. Aphasia dan autism saling membayangi satu sama lain, sehingga sangat sulit untuk mengatakan dalam kelompok yang mana seorang anak harus ditempatkan.

Jenis-jenis Aphasia
Aphasia banyak jenisnya, paling tidak dapat diklasifikasikan kedalam 4 jenis, yaitu: 
Aphasia Sensoris yaitu mengalami kesulitan dalam memberi makna rangsangan yang diterimanya.
Aphasia motoris yaitu mengalami kesulitan dalam mengkoordinasikan atau menyusun pikiran, perasaan dan kemauan menjadi symbol-simbol yang bermakna dan dimengerti oleh orang lain.
Aphasia konduktif yaitu  megalami kesulitan dalam meniru pengulangan bunyi-bunyi  bahasa.
Aphasia Amnesic yaitu kesulitan dalam memilih dan menggunakan symbol-simbol yang tepat 

Gejala
Antara satu orang dengan orang lain akan mengalami perbedaan dalam hal tanda dan gejala yang dialami. Tanda dan gejala yang muncul tergantung pada bagian mana dari pusat bahasa di otak yang mengalami masalah atau kerusakan. Umunya, gejala dan tanda yang akan dialami oleh para pengidapnya adalah dalam hal penggunaan bahasa. Berikut beberapa jenis gejala yang dapat ditimbulkan dari penyakit afasia:
  • Sering mengucapkan kata-kata yang tidak dikenali
  • Sulit memahami pembicaraan orang lain
  • Sering menafsirkan bahasa kiasan harafiah
  • Hanya mengucapkan kalimat pendek dan tidak lengkap ketika berbicara
  • Sering menggunakan kalimat-kalimat yang tidak masuk akal ketika berbicara ataupun menulis

Tanda dan gejala yang timbul dari tiap jenis penyakit afasia juga mungkin akan berbeda.

Penyebab

Umumnya, penyakit afasia timbul akibat lobus frontal dan temporal yang ada dalam otak, khususnya pada sisi kiri otak, mengalami penyusutan (atrofi). Hal ini akan mempengaruhi pusat bahasa yang ada dalam otak. Jaringan parut dan protein yang abnormal juga dapat terjadi. Selain itu, penyakit afasia juga dapat muncul akibat otak mengalami kerusakan karena cedera pada kepala, penyakit stroke, tumor, infeksi, penyumbatan, dan pecahnya pembuluh darah di otak. Akibatnya, suplai darah pada otak akan terganggu dan menyebabkan sel otak mati. Selain itu, area bahasa yang ada pada otak juga akan mengalami kerusakan.

Tak hanya itu saja, ada beberapa faktor lain yang dapat menjadi faktor penyebab timbulnya penyakit afasia, yakni:
  • Mutasi gen tertentu
  • Mutasi gen langka telah dikaitkan dengan penyakit afasia. Jika ada dari keluarga Anda yang menderita penyakit ini, Anda lebih mungkin untuk mengembangkan dan juga mengalaminya.
  • Penyakit yang menyebabkan ketidakmampuan belajar
  • Orang yang mengalami masalah memori, misalnya tidak mampu belajar akibat penyakit tertentu, terutama disleksia, akan berisiko lebih tinggi mengalami penyakit aphasia. Sebab, hal itu juga mempengaruhi daerah bahasa dalam otak. 

Pengobatan
Penyakit afasia tidak dapat disembuhkan. Obat untuk jenis penyakit ini juga belum ditemukan. Satu-satunya pengobatan untuk penyakit afasia adalah dengan melakukan terapi wicara. Jenis terapi ini dilakukan untuk memulihkan keterampilan bahasa dari para pengidapnya. Biasanya, saat melakukan jenis terapi ini, Anda akan dibimbing oleh seorang ahli patologi wicara-bahasa. Namun, pemulihan ini akan menghabiskan waktu yang cukup lama. Tapi sudah ada banyak orang yang mengalami kemajuan yang signifikan setelah melakukan jenis terapi ini. Namun, sebelum Anda melakukan jenis terapi ini, Anda harus memeriksakan diri ke dokter. Biasanya dokter akan melakukan beberapa jenis pemeriksaan untuk memastikan apakah Anda mengidap penyakit afasia atau tidak.

Perlu diketahui, penderita aphasia masih dapat hidup normal seperti anak pada umumnya. Bahkan dari segi fisik, psikis, maupun kapasitas intelektual, dapat dikatakan sama dengan anak normal. Bila memang terbukti seorang anak menderita aphasia, sebagai orang tua, terutama ibu, diharapkan agar selalu memotivasi mereka dan jangan pernah membedakan mereka agar mereka tidak cenderung rendah diri. Penelitian mengungkapkan, sebagian besar penderita aphasia yang kurang termotivasi biasanya suka menarik diri dari pergaulan, sensitif, sinis, rendah diri, bahkan suka menjadi pribadi pemurung.

Seringlah mengajak anak untuk beradu opini, argumen, atau sekadar berbasa-basi. Jangan sampai jarang meluangkan waktu untuk berkumpul bersama keluarga. Anak yang tumbuh dengan kasih sayang berkecukupan dengan yang tidak, akan tampak saat usia mereka remaja nantinya. Anak yang hidup dengan limpahan kasih sayang dari orangtuanya secara bijak, akan memiliki tingkat emosional yang baik dibanding dengan yang jarang mendapatkan perhatian orang tua.  Meski tidak membawa dampak yang signifikan terhadap penderita aphasia, namun secara tidak langsung, akan sedikit membantu mereka dalam mengatasi kesulitan berkomunikasinya.

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Gangguan berbahasa akan memiliki dua dampak, yang pertama yaitu lambat dalam pemerolehan bahasa, contohnya seharusnya anak usia 4 tahun sudah memiliki kemampuan untuk membuat kalimat yang terdiri dari 4-5 kata, mampu menanyakan arti kata dan sudah mampu menghitung sampai 20, tetapi pada kenyataannya kemampuan anak tersebut setara dengan kemampuan anak berusia 2 tahun yang hanya mampu membuat kalimat yang terdiri dari dua kata. Sedangkan yang kedua, menyimpang dibentuk baku, pada anak yang memperoleh bahasa dengan urutan proses yang berbeda dengan anak kebanyakan. Bisa juga dikatakan anak tersebut memiliki kemampuan berbahasa yang sangat berbeda dengan penutur asli bahasanya sendiri.

Disleksia (dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktifitas membaca dan menulis. Perkataan disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- (”kesulitan untuk”) dan λέξις lexis (”huruf” atau “leksikal”). Ada dua tipe disleksia, yaitu developmental dyslexsia (bawaan sejak lahir) dan aquired dyslexsia (didapat karena gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca). Developmental dyslexsia diderita sepanjang hidup pasien dan biasanya bersifat genetik.

Disgraphia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa menulis atau mengekspresikan pikirannya ke dalam bentuk tulisan, karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Pada anak-anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak mulai belajar menulis. Kesulitan ini tidak tergantung kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih dalam berbicara dan keterampilan motorik lainnya, tapi mempunyai kesulitan menulis. Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD.

Aphasia merujuk pada suatu kondisi dimana anak gagal menguasai ucapan-ucapan bermakna pada rentang usia 3 tahunan. Banyak faktor yang diduga dapat menyebabkan kondisi tersebut, antara lain gangguan organ bicara, keterbelakangan mental, ketulian, atau sikap orang tua yang terlalu protektif terhadap anak sehingga tidak mengijinkan anak untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya. Namun faktor yang disinyalir sebagai penyebab utama penyakit ini adalah kerusakan pada sistem saraf otak.

Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi yang ada hubungannya dengan makalah ini.Penulis banyak berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah dan penulisan-penulisan makalah pada kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis khususnya juga bagi para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

http://bimbie.com/gangguan-berbahasa.htm (diunduh tanggal 30-10-2014)
http://mamanya.wordpress.com/tag/dysgraphia/ (diunduh tanggal 30-10-2014)

LihatTutupKomentar