Sanksi Sosial dan Kontrol Sosial
Kontrol sosial pada dasarnya lembaga sosial yang berperan dalam melakukan pengendalian sosial terhadap perilaku masyarakat agar terciptanya kehidupan sosial yang konformis. Efektivitas dari peran kontrol sosial sangat tergantung pada bagaimana efektivitas kekuatan sanksi yang dijatuhkan kepada para pelanggar.
Dimana dengan terciptanya kontrol sosial menjadi keharusan bagi setiap anggota masyarakat untuk berperilaku secara taat mematuhi nilai dan norma yang berlaku di tatanan kehidupan sosial di masyarakat.
Pengertian Sanksi Secara Umum dan Jenis-Jenis Sanksi
Sanksi adalah bentuk penderitaan, kerugian, beban berat yang sengaja diciptakan oleh lembaga sosial sebagai salah bentuk pemaksaan terhadap anggota masyarakat agar taat pada norma dan nilai sosial yang berlaku.
Sebagai bentuk usaha untuk menciptakan tata tertib sosial, terdapat tiga sanksi yang perlu kita ketahui di antaranya, yaitu :
- Sanksi Ekonomi, merupakan beban yang berlaku untuk para pelanggar berupa sanksi pengurangan benda dalam bentuk penyitaan barang, membayar denda, atau membayar ganti rugi dan sebagainya.
- Sanksi Psikologis, merupakan beban yang berlaku untuk para pelanggar dalam bentuk sanksi penderitan yang mengenai keadaan jiwa, seperti dipermalukan di depan umum, penarikan jabatan kepangkatan di suatu upacara.
- Sanksi Fisik, merupakan beban yang berlaku bagi para pelanggar dalam bentuk sanksi yang menyebabkan penderitaan fisik, misalnya seperti di penjara, di pukul, di ikat, tidak diberi makan, atau dihukum mati.
Perlu diketahui bahwa pada praktik yang digunakan, ketiga sanksi tersebut biasanya dilakukan sekaligus dalam bentuk pengendalian sosial.
Misalnya jika hakim telah menjatuhkan vonis pidana penjara kepada pelanggar hukum, itu artinya pelanggar hukum selaku terdakwa secara tidak langsung akan merasakan sanksi berupa beban psikologis, seperti menanggung malu, dan sanksi fisik berupa vonis penjara dan sekaligus sanksi ekonomi yang diterima karena tidak memiliki kesempatan untuk meneruskan perekonomiannya seperti bekerja, dan barang-barang yang telah disita oleh pihak pengadilan.
Jika di masyarakat sanksi fisik mungkin masih sering di terapkan daripada sanksi psikologis dan ekonomi. Kebanyakan aparat penegak hukum menggunakan sanksi psikologis sebagai langkah awal dalma bentuk peringatan atau ancaman agar para pelaku pelanggar ini kembali pada jalan yang benar. Sanksi ini berlaku apabila ada kemungkinan untuk dilakukan.
Selain sanksi yang berikan kepada para pelanggar untuk menertibkan aturan tatanan kehidupan sosial. Disini para aparat penegak hukum juga memberika reward bagi pihak-pihak yang taat pada aturan nilai dan norma yang berlaku berupa insentif positif berupa motivasi atau dorongan untuk tidak melakukan tindakan penyimpangan.
Ada tiga insentif positif bagi pihak-pihak yang memang menjalankannya secara konformis, diantaranya yaitu :
- Insentif Fisik, berupa nikmat jasmani dan rohani yang diterima, kenyamanan karena tidak melanggar dan tidak membuat keresahan di masyarakat. Bentuk insentif fisik ini bisa berupa ucapan selamat, jabatan tangan, ucapan terima kasih, atau makan bersama.
- Insentif Psikologis, berupa pemberian tanda jasa, satya lencana, atau penghargaan tertentu karena dianggap jasa positif yang diberikan.
- Insentif Ekonomi, berupa dalam wujud pemberian hadiah-hadiah atau berupa uang kepada pihak-pihak tertentu yang berprestasi atau pihak yang memberikan dampak positif terdahap lingkungan masyarakat.
Efektivitas Kontrol Sosial
Langkah awal yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai ketaatan anggota masyarakat terhadap aturan yang berlaku, maka perlu di lakukan sosialisasi yang mana apabila pada awalnya sosialisasi berjalan dengan baik maka akan mencapai nilai yang positif tetapi apabila sebaliknya sosialisasi tidak terlaksana secara lancar maka bisa jadi yang diperoleh adalah nilai negatif.
Oleh karena itu tidak selamanya kontrol sosial efektif untuk mengendalikan perilaku sosial, maka disini peran kontrol sosial perlu di efektifkan. Sebagaimana faktor-faktor yang perlu kita ketahui yang berperan menentukan seberapa jauh efektivitas kontrol sosial, ada lima diantaranya sebagai berikut:
1. Menarik tidaknya kelompok masyarakat bagi anggota masyarakat lainnya
Artinya semakin menarik suatu kelompok masyarakat terhadap warga yang menempati, maka akan semakin efektif kontrol sosial bagi kelompok masyarakat tersebut. Maka hal tersebut juga kan memudahkan untuk melaksanakanya dengan baik.
Dan tentunya pelanggaran akan mudah diatasi. Namun apabila keadaan kelompok masyarakat tidak mendukung adanya nilai-norma yang berlaku, seperti saling mengacuhkan kelompok lain karena kurang menghargai peran dan kedudukannya. Hal ini menyebabkan rawannya sikap pelampiasan ekstrem dari anggota masyarakat sehingga membuat ulah yang meresahkan masyarakat , serta membuat kekacauan.
2. Otonom tidaknya anggota kelompok masyarakat
Artinya semakin otonom suatu kelompok maka semakin efektif pula kontrol sosial yang dilaksanakan, sehingga jumlah penyimpangan juga berkurang. Hal ini bisa dilihat dari perbedaan kehidupan masyarakat kecil yang berada di desa atau tempat terpencil akan lebih kondusit, dibandingkan dengan masyarakat yang hidup di perkotaan.
3. Beragam tidaknya norma-norma yang berlaku di masyarakat
Artinya keragaman norma yang ada di masyarakat akan menimbulkan banyak perbedaan entah itu perbedaan sebab, atau norma tertentu baik yang diperbolehkan atau dilarang. Sehingga hal tersebut akan menimbulkan pertentangan anggota masyarakat sebab ada pihak yang menganggap perilakunya tidak bertentangan, sedangkan pihak lain menganggap hal tersebut sangat bertentangan.
Hal ini bisa kita lihat di kehidupan kota-kota besar yang multikompleks, dengan keragaman baik dari asal usul daerah, latar belakang keluarga, ekonomi, budaya yang berbeda juga akan mempengaruhi efektivitas kontrol sosial semakin berkurang.
4. Besar kecilnya dan anomi tidaknya kelompok yang bersangkutan
Semakin besar kelompok maka semakin besar pula kesulitan untuk melakukan identifikasi dan saling mengenal satu sama lain dengan anggota masyarakat maupun beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Sehingga dapat diketahui kehidupan-kehidupan di kota-kota besar, dimana penduduk tidak saling mengenal anggota masyarakatnya, jarang berkomunikasi, dibatasi oleh tembok-tembok besar yang tinggi antar rumah. Sehingga kedaan seperti membuat keadaan kontrol sosial sangat tidak efektif.
5. Toleran atau tidaknya sikap petugas kontrol sosial terhadap pelanggaran yang terjadi
Sering kali terjadi kontrol sosial tidak dilaksanakan secara utuh dan konsisten. Sebab bukan hanya karena kondisi objetif yang tidak memungkinkan, melainkan sikap agen-agen kontrol sosial yang tidak toleran dengan pelanggaran yang ada. Sementara pelaksana agen sosial tersebut sering kali membiarkan begitu saja pelanggar norma yang lepas dari sanksi yang seharusnya dijatuhkan kepada pihak pelanggar.
Nah, dalam pembahasan tadi kita telah membahas tentang Sanksi Sebagai Sarana Kontrol Sosial dan Efektivitas Kontrol Sosial dan Pengertiannya, terima kasih sudah membaca. Semoga bermanfaat.